Yanai, Nama Dibalik Uniqlo Dulunya Jual Alat Dapur, Kini Tajir Melintir
Para pecinta fashion pasti telah mengenal brand baju kenamaan asal Jepang, Uniqlo. Ya, salah satu merk pakaian paling laris di jagat fashion kasual itu telah memiliki ribuan toko yang tersebar di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Beberapa sumber menyebutkan kalau hingga kini Uniqlo total telah berhasil membuka 2 ribu cabang yang terdistribusi ke berbagai negara. Mulai dari negara asalnya, Jepang, kemudian ke Tiongkok, Korea Selatan, Asia Tenggara, Amerika Serikat, hingga Eropa.
Keberhasilan Uniqlo dalam menguasai pasar fashion kasual dunia membuat pemiliknya kebanjiran harta dan kekayaan. Ialah Tadashi Yanai, pria yang kini tercatat sebagai orang terkaya nomor 1 di Jepang tahun 2020 versi Forbes.
Kerajaan fashion-nya berhasil memberinya harta melimpah yang sangat menumpuk. Berdasarkan catatan Forbes, kekayaan bersih Yanai kini menyentuh angka 41,1 miliar dolar AS atau senilai Rp 584 triliun (kurs: Rp 14.038).
Sebenarnya, Uniqlo bukanlah satu-satunya brand yang dimiliki oleh Yanai. Uniqlo hanyalah salah satu brand yang bernaung di bawah perusahaan besar bernama Fast Retailing.
Melalui perusahaan induk tersebut, pria kelahiran 7 Februari 1949 itu juga punya brand-brand kenamaan lainnya yang juga tak kalah sukses. Tentu saja Anda mengenal brand Theory, Helmut Lang, J Brand, hingga GU, bukan? Brand-brand tersebut juga merupakan brand yang berada di bawah naungan Fast Retailing.
Artinya, kekuasaan Yanai di dunia fesyen kasual tidak bisa diragukan dan dibantah lagi. Maka, tak berlebihan bila Institut Manajemen Sanno, Jepang, memilih Yanai sebagai presiden perusahaan terbaik pada 2009 silam.
Meski kini terbilang sangat sukses, masa lalu Yanai sangat jauh dari kata mulus dan nyaman. Sebelum menjadi juragan fashion tingkat dunia, Yanai mesti melalui berbagai jalan terjal dan proses yang pahit.
Menjadi Tukang Perabot
Yanai sebenarnya lahir dari keluarga yang tidak begitu miskin, tetapi juga tak begitu kaya. Keluarga Yanai merupakan keluarga yang berhasil mencukupi segala kebutuhan anak-anaknya.
Hal itu termasuk beban biaya pendidikan Yanai yang berhasil ditanggung oleh kedua orang tuanya hingga Yanai lulus kuliah sebagai seorang sarjana politik pada 1971 silam di Waseda University, Tokyo.
Seusai lulus, Yanai bertekad tak mau terus menerus merepotkan kedua orang tuanya. Akhirnya, ia memulai bisnis penjualan pakaian dan peralatan dapur di Supermarket Jusco, sebuah ritel yang cukup dikenal di Jepang.
Sedikit demi sedikit pendapatan diraih Yanai. Meskipun tak begitu besar, Yanai tak terlalu ambil pusing. Tujuan terdekatnya adalah "melepaskan" diri dari kedua orang tua agar tak terus merepotkan.
Setelah satu tahun bekerja di Jusco, ia akhirnya keluar karena beberapa alasan. Untuk mengisi kekosongan, Yanai bergabung dengan bisnis menjahit ayahnya. Di sana, ia belajar banyak mengenai pembuatan pakaian.
Setelah beberapa lama "menimba ilmu" di bisnis ayahnya, akhirnya pada 1984 Yanai memberanikan diri untuk hijrah ke daerah Hiroshima. Di sana, ia akan mengikuti usaha penjahitan pakaian ayahnya, tetapi dengan konsep yang berbeda.
Jika ayahnya hanya membuka jasa menjahit, maka Yanai membuka sebuah ritel pakaian dengan brand-nya sendiri. Lalu, berdirilah toko kecil di pinggiran kota Hiroshima bernama Uniqlo.
Selama kurang lebih sepuluh tahun, Yanai terus konsisten menjaga ritelnya agar terus bertahan. Ternyata, konsistensi memang tak pernah berbohong. Seiring berjalannya waktu, Uniqlo berhasil membuka puluhan cabang di banyak kota di Jepang.
Karena sudah mulai diperhitungkan di dalam negeri, Yanai akhirnya memutuskan Uniqlo untuk go public pada 1994 silam. Sejak saat itulah, Uniqlo mulai membuka banyak cabang di berbagai negara.
0 comments:
Post a Comment