Sudhamek Agoeng Waspodo Soenjoto Nama Dibalik Kacang Garuda, Dulu Pernah Dibilang Kere dan Kerap Jadi Bahan Bully
Masyarakat Indonesia pasti sudah tak asing lagi dengan produsen kacang kemasan, GarudaFood, bukan? Ya, kacang legendaris yang dikenal dengan nama "Kacang Garuda" itu seakan telah menjadi jajanan khas Indonesia.
Adalah Sudhamek Agoeng Waspodo Soenjoto orang di balik melegendanya Kacang Garuda. Sejak pertama kali lahir pada 1958 silam (sebagai PT Tudung), GarudaFood telah memberi pengaruh banyak terhadap Sudhamek.
Dari taraf hidup yang membaik, menjadi orang terkaya RI versi Forbes, hingga diminta jasanya oleh pemerintah untuk menjadi anggota Dewan Penasihat Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) setahun silam.
Membangun GarudaFood dengan berbagai produk jajanan ringan yang diproduksinya tak hanya membuat Sudhamek jadi sosok konglomerat belaka, tetapi turut menjadi anak bangsa yang punya sumbangsih besar terhadap negeri.
Dihina Miskin dan Namanya Jadi Bahan Ejekan
Kendati kini Sudhamek dikenal sebagai sosok yang dihormati, tetapi kisah masa mudanya punya cerita lain. Sudhamek lahir di Rembang, Jawa Timur, pada 20 Maret 1956, dua tahun sebelum berdirinya cikal bakal GarudaFood, PT Tudung.
PT Tudung merupakan pabrik tepung tapioka yang didirikan oleh ayah Sudhamek pada 1958 silam. Meskipun memiliki pabrik, tetapi keuangan keluarga tetap pas-pasan.
Jumlah anak yang banyak, yakni 11, dan peluang bisnis yang belum begitu besar seperti sekarang membuat keluarga Sudhamek tak terlalu memiliki harta melimpah. Bahkan, ia kerap diejek sebagai orang yang kere dan miskin.
Suatu ketika, saat masih bersekolah di SMA , Sudhamek berkunjung ke rumah temannya yang merupakan anak seorang pemilik pabrik teh di Slawi. Namun, bukannya sambutan hangat, Sudhamek malah menerima cercaan dari kakak si temannya itu.
"Jangan mau bergaul dengan orang kere," katanya kepada sang adik yang tidak lain adalah teman Sudhamek.
Tentu saja Sudhamek sakit hati usai mendengar kalimat pahit itu. Naik darah, Sudhamek langsung menghajar temannya dan berujung memar-memar. Padahal, waktu itu mereka terpaut usia satu tahun. Sudhamek masih duduk di kelas 1, sedangkan temannya kelas 2.
Ia kemudian menceritakan pengalaman tersebut kepada sang ibunda. Mendengar kisah getir anaknya, ibunya kemudian meneteskan air mata karena merasa sakit hati dan bersedih.
Bukan hanya hinaan miskin yang ia terima, sejak SMP nama "Sudhamek" kerap jadi sasaran perundungan. Aksen namanya yang tak biasa selalu menjadi bahan tawa teman-teman sekelasnya.
Jika guru di sekolahnya memanggil nama "Sudhamek" saat absen, gelak tawa selalu menyusul setelah panggilan tersebut. Akibat ejekan tersebut, Sudhamek sempat berniat mengganti namanya.
Mendapat Tugas Negara Karena Kesuksesannya
Sebagai anak bangsa, mengabdi kepada negara tentu merupakan sebuah kewajiban. Begitulah yang dipraktikan Sudhamek kala ia dipanggil Presiden Jokowi untuk menjadi Dewan Penasihat BPIP, sebuah lembaga interdependen yang khusus mengawasi soal Pancasila pada 2019 silam.
Karirnya yang melejit di bidang bisnis membuat nama Sudhamek, yang dahulu jadi bahan ejekan, menjadi diperhitungkan. Ada kabar burung mengatakan bahwa nama GarudaFood juga terinspirasi dari kegagahan lambang Pancasila.
Pantas saja Sudhamek diandalkan oleh negeri ini, kegigihannya dalam menjaga ambisinya patut diacungi jempol. Contohnya, pada 1998 silam, kala Indonesia dilanda krisis moneter, bisnis Sudhamek justru semakin berkembang alih-alih mengalami kebangkrutan.
Krisis moneter di era pelengseran Soeharto membuat banyak pengusaha harus gulung tikar. Namun, tidak demikian dengan GarudaFood. Bisnis Sudhamek justru melakukan ekspansi besar-besaran.
Bermula pada 1997 silam, GarudaFood mengepakkan sayap bisnisnya dengan memproduksi jenis jajanan lain selain kacang. Maka, Sudhamek menambahkan kata "Jaya" di belakang nama perusahaannya: PT GarudaFood Jaya.
Tak cuma itu, setahun kemudian, yakni pada 1998, GarudaFood juga mengakuisisi sebuah produsen jeli, PT Triteguh Manunggal Sejati. Sejak saat itu, GarudaFood memproduksi semakin banyak jenis jajanan hingga menguasai 70% pangsa pasar dalam negeri.
Penguasaan pasar itu berhasil membuat Sudhamek masuk dalam daftar 50 Orang Terkaya RI tahun 2019 versi Forbes dengan angka kekayaan bersih sebesar 745 juta dolar AS atau senilai Rp 10,5 triliun (kurs: Rp 14.212).
0 comments:
Post a Comment