Kisah Hotman Paris, Pengacara Sukses, Seleb Tajir Melintir, Siapa Sangka Pernah Hampir Putus Asa
Bicara Hotman Paris Hutapea, tentu bicara kemewahan. Hotman Paris dan kemewahan seakan melekat dan tak bisa terpisahkan. Pengacara kondang langganan orang-orang besar itu dikenal sebagai pengacara super kaya.
Ke manapun perginya, Hotman akan selalu memerhatikan semua yang dipakainya bermerk atau tidak. Mulai dari cincin, dasi, sepatu, hingga mobil yang dinaikinya.
Kekayaan Hotman Paris tidak terlepas dari tarifnya sebagai pengacara yang jor-joran. Untuk menangani sebuah kasus, Hotman bisa memasang tarif minimal 100 ribu dolar AS atau senilai Rp 1,4 miliar (kurs: Rp 14.210).
Coba bayangkan, bagaimana jika dalam satu bulan, Hotman memegang dua sampai tiga kasus? Bisa-bisa penghasilan bulanannya menyentuh kurang lebih Rp 3 miliar.
Tak cuma melalui profesi pengacara saja, kekayaan Hotman juga datang dari pundi-pundi yang lain. Seperti misalnya, bisnis properti berupa kios yang berdiri di Jakarta. Total, ia memiliki 200 unit ruko yang harga sewanya sentuh Rp 200 juta per tahun.
Dua pundi pendapatan yang disebut di atas saja sudah cukup membuat Hotman kaya raya hingga tujuh turunan. Namun, Hotman tak sesederhana itu. Meski telah punya penghasilan tinggi, ia tetap tak berhenti untuk terus meluaskan sayap bisnisnya.
Seperti diketahui, Hotman juga miliki 12 unit Hotel dan Villa yang disebut-sebut memberikan keuntungan sebesar Rp 30 miliar per tahun ke dompet Hotman. Selain itu, ia juga aktif sebagai host di salah satu stasiun TV.
Kalau mau dihitung-hitung, Hotman akan punya penghasilan setidaknya Rp 300-500 milar per tahunnya. Maka tak ayal, bila ia kerap pamer kemewahan di hadapan klien maupun di hadapan media.
Namun, tahukah Anda, pengacara kelahiran Laguboti, Sumut, 20 Oktober 1959 itu ternyata sempat ingin bunuh diri karena stress dengan pekerjaannya. Ia merasa dirinya tak kuat lagi berhadapan dengan berbagai masalah hidup.
Jauh sebelum menjadi pengacara kondang, Hotman merupakan seorang pegawai biasa di Bank Indonesia. Meski bekerja di bank induk Tanah Air, Hotman tetap merasakan ketikdaknyamanan.
Kata Hotman, bekerja di bidang yang tidak sesuai dengan minat dan kemampuannya, membuat ia stress dan berniat mengakhiri hidup. Ia yang merupakan sarjana hukum, tak kuasa berhadapan dengan masalah perbankan.
Puncaknya, suatu hari Hotman ingin menenggak racun nyamuk semprot. Ia sudah tak mau lagi hidup di dunia dan telah siap meninggalkan semua yang terjadi saat itu.
Namun, saat hendak meminumnya, ia mendengar gerombolan tukang becak sedang berkumpul dan bermain gaple di depan rumahnya. Suara tawa yang kencang dari para tukang becak itu menyadarkan Hotman.
Katanya, ia malu dengan para tukang becak itu. Meskipun punya penghasilan tak menentu, tukang becak tetap bisa tertawa dan berbahagia bersama teman-temannya. Sedangkan, ia yang merupakan seorang pegawai Bank Indonesia, haruskah mati menelan racun nyamuk?
Pengalaman tukang becak itu menjadi titik balik yang sangat penting dalam hidup Hotman. Setelah merenungi apa yang dilakukan tukang becak, Hotman memantapkan dirinya untuk terus maju.
0 comments:
Post a Comment