Kisah Suka Duka Para Pembersih Selokan
Denny Kurniawan (43) masih sibuk di dalam selokan. Tubuh mungilnya itu mampu menelusuri selokan rumah yang hanya memiliki lebar 60 sampai 80 sentimeter. Tak segan Denny sesekali menyelam ke dalam air hitam nan kental itu.
Ketika muncul di permukaan, wajahnya sudah menghitam berlumuran air dan lumpur. Namun lumuran lumpur di mulut tak menghalangi putihnya gigi Denny seraya melempar senyum dari selokan. Setelah senyum, Denny kembali bergulat dengan tumpukan lumpur.
Tak jarang Denny tengkurap hingga seluruh badannya masuk ke dalam selokan. Tidak ada kacamata atau pelindung wajah yang dikenakan. Praktis seluruh indra yang ada di wajah berpapasan langsung dengan hawa di dalam got.
Susah mencari udara segar pun sudah pasti dirasakan. Mau tidak mau, bau selokan pun harus masuk lobang hidung selama dia di dalam. Sambil tengkurap, tangan kekarnya meraba raba sesuatu yang mengganjal di dalam.
Tiba-tiba keluarlah sampah, tanah, karung dan benda padat lain yang selama ini mengganjal di dalam. Mereka yang tak mau kotor dan tak tahan bau seperti Denny hanya bisa mengabadikan aksi itu dalam sebuah video.
“Ya Allah Den, lu sudah kayak lele Denny, hahahahah..” kata seorang wanita yang mengabadikan aksi Denny dalam sebuah Video. Tak menghiraukan kata – kata sang perekam, Denny masih sibuk menggeliat di dalam got. Alhasil, hanya bagian kaki Denny saja yang terekam kamera.
Kira - kira seperti itulah keseharian Denny. Mengais rupiah dari selokan ke selokan di sudut Kota Bekasi. Dahulu kaki kekarnya dia gunakan untuk mengayuh becak. Namun karena pandemi, tak ada lagi yang mau gunakan jasa becaknya.
Sepi pelanggan membuat Denny harus putar otak untuk cari penghasilan. Sadar tak punya kemampuan lebih, Denny akhirnya hanya mengandalkan kemampuan fisiknya. Akhirnya, munculah ide sebagai petugas pembersih got panggilan.
“Ya mulai lah saya bergelut di bidang ini, cuma lebih eksrtim. Kita ini ngebenerin sampai tuntas, sampai ke gorong–gorong. Kita ambilin sampah dengan lumpurnya,” kata dia saat dikonfirmasi, Kamis (5/11/2020).
Denny pun mengajak tiga kawannya yang bekerja sebagai pedagang kopi dan pemulung untuk ikut terlibat. Mereka menamakan diri sebagai kelompok Markesot. Tugas pertama Markesot Debut pertama mereka dimulai ketika sedang membersihkan selokan di saluran air permukiman kawasan Pondok Cipta, Bekasi Barat, Kota Bekasi.
Persis seperti yang dikatakan Denny, pekerjaan dia memang terlihat ekstrim. Banyak warga kaget ketika melihat Denny bekerja setotal itu. Got pun diselami hingga ditiduri demi mencari sumber sumbatan. Tak heran warga puas dengan pekerjaannya.
Walau sukses di beberapa selokan, Denny mengaku tak minta bayaran tinggi. “Kita kan dipesan per RT, jadi kalau bayaran biasanya tiap keluarga per RT urunan bisa Rp 100.000 atau Rp 80.000 atau Rp 70.000,” kata Denny. Denny tahu betul kondisi saat ini sedang sulit, uang sebesar apapun sangat berharga. Itulah mengapa Denny tak berniat menetapkan tarif tinggi agar warga tak terbebani.
Umumnya, Denny mendapatkan total Rp 6 juta untuk sekali permintaan membersihkan selokan. Namun uang itu tak sepenuhnya masuk ke kantong Denny. Sebagian uang harus digunakan Denny untuk membeli karung guna menampung sampah dan lumpur selokan.
Uang itu juga digunakan sebagai ongkos sewa mobil bak terbuka guna mengangkut tumpukan karung ke tempat pembuangan akhir. “Kita sempat sewa 10 mobil bak buat angkut sampah ke tempat pembuangan akhir. Satu mobil aja Rp 150.000 kalau 10 mobil bisa Rp 1,5 juta. Belum bayar tempat pembuangan,” jelas Denny.
“Nah dari Rp 6 juta dikurang kira–kira Rp 1,5 juta. Sisanya baru kita bagi-bagi,” tambah Denny. Jika dihitung- hitung, yang masuk ke kantong Denny hanya sekitar Rp 3.500.000 per bulan. Sungguh pendapatan yang minim bagi kepala keluarga dengan tiga anak yang masih dalam tanggungan. Namun seakan tak ada jalan lain, Denny tetap menggeluti pekerjaan ini demi bertahan hidup di tengah pandemi. Bagaimana rasanya di dalam selokan?
Ketika ditanya bagaimana rasanya berada di dalam selokan, Denny beberapa detik terdiam. Dia seperti berusaha mengingat suasana di dalam selokan dan mencoba menuangkanya ke dalam kalimat. “Wah, rasanya panas, bau, banyak nyamuk, banyak virus kotoran, banyak beling,” kata Denny.
Tak jarang pula dia berhadapan langsung dengan binatang seperti kelabang, kecoa, tikus bahkan ular. Penyakit kulit pun bak momok yang selalu membayang–bayangi Denny tiap kali masuk ke dalam selokan. Tak jarang sebelum Denny “nyebur” ke selokan, Denny membaluri badannya dengan minyak dan oli. “Ini biar enggak gatal–gatal, ampuh juga” kata dia.
Masalah tak sampai di situ, kadang bau selokan yang menempel di badan tak hilang–hilang. Bukan satu jam atau dua jam, bau selokan di badan bisa bertahan sampai dua minggu. Tak jarang ketika sampai di rumah yang berkawasan di Pondok Cipta, Bekasi, keluarga sesekali mengeluhkan bau badannya.
Sampai –sampai Denny harus pisah ranjang dengan istri. “Iya terkadang harus pisah ranjang juga sama istri. Bagaimana, enggak sebanding kan dengan gaji saya?” kata Denny. Walaupun tak sebanding, nyatanya Denny seperti menemukan kepuasan tersendiri dalam pekerjaan ini.
Tak melulu soal uang, Denny sudah merasa cukup kala pekerjaanya mendapatkan apresiasi dari warga. Banyak yang merekamnya bekerja dan mem-posting di media sosial merupakan sebuah penghargaan bagi Denny.
Ada warga yang memberikan hidangan seperti gorengan dan kopi saja sudah membuat Denny senang. “Kita itu kerja jadi dihargai, dapat respect dari warga. Bahkan ada yang jauh-jauh datang dari Mampang bawa nasi kebuli buat kita. Kita merasa senang sekali,” kata Denny polos.
Ingin jadi petugas kebersihan Dalam angannya, Denny tidak ingin berkutat di jasa ini saja. Dia ingin mengembangkan pelayanannya dengan mengabdi kepada Pemerintah Kota Bekasi. Dia berharap bisa tergabung dalam petugas lapangan Dinas Kebersihan Kota Bekasi.
“Saya harapkan apresiasi dari pemerintah mungkin bisa diangkat jadi petugas Dinas Kebersihan jadi, lalu saya mempraktekan kinerja saya agar yang lain mengikuti,” kata Denny. Denny yakin bisa menjadi contoh karena tak semua orang mau terjun ke dasar selokan seperti dirinya.
Padahal permasalan utama dari banjir menurut dia pasti berawal dari selokan yang bermasalah. Tak mau munafik, Denny menginginkan posisi ini karena dia yakin akan mendapatkan jaminan kesehatan yang layak.
Dia hanya ingin bekerja dengan aman sehingga keluarga pun merasa nyaman. “Ya demi kehidupan yang lebih baik pak, kesehatan kita dijamin, kesejahteraan anak istri terjaga. Kalau sekarang kan saya lepas.
Kalau saya kenapa kenapa siapa yang mau tanggung jawab? Enggak ada,” tutup dia. Itulah harapan Denny, seorang kepala keluarga yang hanya berharap dapat kehidupan layak dari pemerintah. Walau tak pasti pemerintah akan melihat Denny yang ada di dalam got, Denny tetap berpegang teguh dengan pekerjaanya.
0 comments:
Post a Comment