Olivia Lum, Besar Tanpa Orang Tua, Kini Sukses Raup Rp 3,4 T
Tidak ada yang bisa menerka masa depan. Termasuk ketika kesuksesan pada akhirnya menghamipiri Olivia Lum yang dulunya memiliki kehidupan yang serba susah. Tapi Lum membuktikan bahwa semua bisa diraih asal punya tekad yang kuat.
Lum ditelantarkan ibu kandungnya di Kampar, Perak, Malaysia. Ia lalu diangkat oleh seorang janda yang juga tidak punya kehidupan lebih baik. Lum lalu menghabiskan masa kecilnya dengan berjualan buah di jalanan yang menjadi sumber penghasilannya.
Selain jualan buah, Lum juga bekerja serabutan lainnnya seperti berjualan sandwich di sekolah, memainkan klarinet setiap kali ada upacara pemakaman, hingga menenun. Lum yang kemampuan akademiknya bagus disarankan gurunya pindah ke Singapura untuk mendapat pendidikan yang lebih baik.
Ia kemudian mendengar saran tersebut. Lum pindah ke Singapura dan tinggal di sebuah ruangan bersama dengan pekerja migran lainnya yang berasal dari Perak. Sambil bekerja menjadi guru les dan melakukan promosi di mal, Lum berhasil menjadi peringkat teratas di kelasnya.
Atas kepintarannya, Lum lalu mendaftar ke National University of Singapore di jurusan kimia hingga lulus. Ia lalu bekerja sesuai jurusannya menjadi apoteker di Glaxo Pharmaceuticals. Pekerjaannya kali ini akhirnya bisa membuat Lum membeli sebuah tempat tinggal berupa apartemen.
Setelah tiga tahun, Lum ingin ternyata ingin memiliki sebuah bisnis sendiri. Ia lalu menjual apartemennya senilai Rp 200 juta lebih sebagai modal membangun perusahaannya, Hydrochem pada 1989. Perusahaan itu memproduksi peralatan pengolahan air.
Tak semulus yang dibayangkan, Lum harus berpindah dari pintu ke pintu untuk menawarkan produknya ke banyak pabrik di Singapura hingga Malaysia. Namun, berkat kerja kerasnya, ia berhasil menciptakan penggunaan membran ultrafiltrasi pada produknya yang kemudian membuat namanya melambung.
Lum terus mengembangkan inovasi produk dengan mendaur ulang air yang ada di Singapura. Saat terjadi krisis ekonomi yang menyerang Asia pada 1997-an, Lum berhasil mempertahankan perusahaannya dari kebangkrutan.
Bahkan, pada 2001, Lum mengubah nama perusahaannya menjadi Hyflux yang kemudian ia tawarkan kepada publik untuk pertama kalinya hingga meraih Rp 70 miliar lebih. Pada 2005, Lum berhasil mendirikan pabrik desalinasi air pertama di Singapura.
Karena inovasinya, Hyflux dianugerahi "Water Company of The Year" oleh Penghargaan Air Global Inggris dua tahun berturut-turut yaitu pada 2006 dan 2007. Pada 2011, perusahaan milik Lum mampu meraup hingga 1,6 miliar dolar AS, setara Rp 22 triliun.
Pada tahun yang sama, ia menjadi pengusaha favorit dan memenangkan Ernst & Young World Entrepreneur Of The Year pada tahun 2011. Lum juga masuk dalam daftar Forbes 'Southeast Asia Rich List dengan jumlah kekayaan mencapai 240 juta dolar AS, setara Rp 3,4 triliun pada tahun 2015.
0 comments:
Post a Comment