Paulo Lemann, dari Penjual Susu Lulusan Harvard hingga Jadi Orang Terkaya
Jorge Paulo Lemann benar-benar merasa jatuh setelah mendengar kabar bahwa ayahnya menjadi korban dalam sebuah kecelakaan. Ayahnya tewas dalam kecelakaan nahas tersebut.
Pasalnya, sang ayah meninggalkan lelaki asal Rio de Janeiro itu kala ia masih berusia 14 tahun dan sangat menggantungkan hidupnya kepada sang ayah. Kehilangan ayahanda, membuat Lemann merasa lemas dan jatuh ke titik paling rendah.
Padahal, di usia yang masih belia itu, Lemann muda sedang panas-panasnya membangun karir sebagai seorang atlet tenis. Berbagai kejuaraan pernah ia ikuti bahkan sampai berhasil meraih juara.
Selepas sang ayah meninggalkannya, Lemann akhirnya mau tak mau putar otak demi melanjutkan kehidupannya. Ia harus menjadi pengganti peran sang ayah untuk membantu keuangan keluarga. Alhasil, dunia tenis pun ia tinggalkan untuk sementara.
Lemann pun melanjutkan bisnis peninggalan ayahnya, yakni perusahaan susu. Ayahnya yang merupakan seorang imigran dari Swiss memang pada dasarnya merupakan seorang pengusaha susu yang sukses.
Kala sang ayah hidup, keuangan keluarga benar-benar stabil. Namun, semua itu harus kembali jatuh ke titik nol kala ayahnya meninggal. Untungnya, meski masih berusia 14 tahun, berkat kehebatannya di dunia tenis, Lemann berhasil masuk universitas bergengsi, Harvard.
Masa-masa itu begitu sulit bagi Lemann. Satu sisi, ia harus menyelesaikan studinya di Harvard, tetapi di sisi lain, ia harus bekerja banting tulang demi keluarga dan dirinya.
Mengelola pabrik susu sembari kuliah memang amat sulit, tetapi Lemann akhirnya lulus juga dari Harvard. Lemann yang saat itu masih berusia 17 tahun memberanikan diri untuk mencoba berbagai macam jalan hidup selain fokus pada pabrik ayahnya. Jadilah ia seorang jurnalis di Jornal Do Brasil.
Tak begitu lama ia menjalani profesi barunya itu, Lemann sudah merasa tak nyaman. Ia berhenti dari pekerjaannya dan sempat kembali mengelola usaha susunya kembali. Namun, selera tak bisa berbohong. Pabrik susunya justru tak kunjung berkembang.
Situasi yang serba kosong itu membuat Lemann gelisah. Akhirnya, ia kembali kepada jalan mimpinya semasa dahulu, yakni menjadi seorang atlet tenis. Masuklah ia ke sebuah lembaga investasi asal Swiss, Credit Suisse.
Di perusahaan investasi itu, Lemann bukannya menjadi seorang akuntan atau investor, melainkan menjadi seorang atlet tenis yang disponsori oleh perusahaan tersebut. Ia pun tak menyia-nyiakan kesempatan itu. Lemann kemudian menjadi atlet yang berprestasi bahkan sempat berlaga di ajang Wimbledon.
Tak lama ia menjalani hidup sebagai seorang atlet, karena dekat dengan dunia investasi, Lemann malah lebih banyak menaruh fokus pada dunia tersebut. Akhirnya, benar-benar berhenti dari dunia tenis dan total menjalani sisa hidupnya sebagai seorang investor.
Investasi pertamanya bermula pada sebuah bank asal Brasil, Banco Garantia. Itu menjadi titik titik balik yang besar dalam hidupnya. Banco Garantia sukses besar dan dijuluki sebagai bank paling terkemuka di Brasil.
Setelah bank miliknya sukses besar, Lemann menjual bank tersebut ke Credit Suisse dan kembali bereksplorasi dengan kemampuan investasinnya. Segala sektor bisnis ia jelajahi untuk menjajal letak kesuksesannya. Singkat cerita, Lemann menemukan satu sektor bisnis yang punya peluang besar, yakni bisnis minuman alkohol.
Benar saja, usai berinvestasi pada sektor tersebut, Lemann bersulih menjadi taipan bir paling sukses sejagat. Bersama kawannya, ia membeli produsen bir paling tersohor di AS, Anheuser-Busch. Ternyata, berjualan bir membuatnya menjadi semakin kaya.
Nama Lemann kini terpampang dalam daftar Forbes Billionare 2020. Sebagaimana catatan Forbes (diakses pada 5 November 2020, pukul 11.34 WIB), Lemann punya kekayaan bersih sebesar 16,2 miliar dolar AS atau senilai Rp 233 triliun (kurs: Rp 14.417).
0 comments:
Post a Comment