Sunday, September 15, 2019

Kisah Pemuda Desa NTT, Pilih di Kampung Hingga Jadi Petani Sukses


Kisah Pemuda Desa NTT, Pilih di Kampung Hingga Jadi Petani Sukses

Saat anak-anak muda seusianya lebih memilih merantau mengadu nasib ke kota demi bisa kerja kantoran, Yance Maring, pemuda 27 tahun warga Kloangpopot, Kabupaten Sikka, tetap bertahan di kampung halamannya menjadi seorang petani. 

Di lahan holtikultura yang disewanya di wilayah kelurahan Wailiti, Yance tidak main-main dalam bertani. Dia bisa menerapkan sistem pengairan irigasi tetes yang bisa menghemat air dan pupuk. Ilmu itu didapatnya saat mengikuti pelatihan pertanian internasional di Arava International Center of Agriculture Training (AICAT) Israel pada 2018 silam.

Yance mengatakan, dalam pelatihan pertanian internasional di AICAT Israel itu, ada beberapa kategori, di antaranya kategori diploma dan excellence.

"Di sana, kita belajar selama 11 bulan dan langsung praktik. Di tempat praktik itu kita dibayar per jam. Uang itu saya kumpulkan. Saat saya pulang ke Indonesia, honor yang dikumpulkan itu sekitar Rp30 juta. Uang itu saya mulai gunakan untuk kontrak lahan satu hektare senilai Rp4 juta per tahun," ujarnya kepada Liputan6.com, akhir pekan lalu.

Meski harga alat untuk sistem irigasi tetes tidak murah, dirinya rela merogoh kocek lebih dalam asalkan sistem irigasi ini bisa diterapkan di lahan kampungnya.

"Harganya Rp50 juta untuk satu hektare lahan," katanya.

Berbagai perlengkapan irigasi tetes itu didatangkan langsung dari Cina, antara lain selang drip tape 16 mm, take off join tape, air valve untuk mengatur tekanan udara, solenoit valve, keran otomatis yang terhubung ke jaringan internet dan GSM, venture injector untuk pemupukan otomatis, filter, dan modul jaringan SMS dan wifi untuk kontrol penyiraman secara otomatis.

"Kalau di radius 100 meter dari kebun, saya bisa pakai wifi untuk siram. Kalau saya jauh, seperti di Kupang atau Denpasar, saya pakai SMS. Saya tinggal SMS saja, air keluar dan kalau sudah selesai nanti mati sendiri," ujarnya.

"Semua instalasi saya kerjakan sendiri. Baru saya mulai tanam khusus tanaman hortikultura seperti tomat, lombok besar dan lombok kecil dengan sistem irigasi tetes," tambahnya.

Irigasi Tetes Cocok di Sikka

Yance juga menjelaskan, pola irigasi tetes pada tanaman holtikultura merupakan cara pemberian air pada tanaman secara langsung, baik pada permukaan tanah maupun di dalam tanah melalui tetesan, secara berkala dan perlahan pada tanah di dekat tumbuhan.

"Pola Irigasi tetes ini merupakan metode yang digunakan untuk menghemat air dan pupuk dengan membiarkan air menetes secara pelan-pelan ke akar tanaman, baik melalui permukaan tanah atau langsung ke akar melalui jaringan katup, pipa dan emitor," jelasnya.

Sistem irigasi ini cocok diterapkan pada lahan kering dengan topografi yang relatif landai.

"Cara kerja dari irigasi tetes ini adalah dengan menampung air dalam wadah dan mengalirkannya ke tanaman menggunakan tekanan gaya gravitasi melalui lubang yang telah dibuat sesuai dengan kebutuhan tanaman," sebutnya.

Bila sistem irigasi lain menerapkan prinsip air bertekanan tinggi, tidak demikian halnya dengan sistem irigasi tetes. Air dibuang secara lambat, mulai dari tetes demi tetes, namun menyebar akurat sampai ke bagian akar tanaman.

Untuk sementara, kata Yance, tanaman holtikultura yang ia tanam yakni tomat, cabe besar, cabe kriting, cabe rawit, semangka dan jagung.

"Saat ini saya belum bisa pastikan berapa keuntungan dari tanaman hortikultura ini. Kalau saya kalkulasikan dari hasil tanaman ini bisa kembalikan modal saya. Tunggu bulan depan baru bisa dipastikan, kalau sudah panen," pungkasnya.

Kisah Pemuda Desa NTT, Pilih di Kampung Hingga Jadi Petani Sukses Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Fauzi Rahmat

0 comments:

Post a Comment