Kisah Vera Irawati Sukses Jadi Distributor Ban
Mewarisi bisnis keluarga memberikan banyak tantangan. Pertama, mempertahankan kejayaan bisnis yang dibangun sejak belasan atau bahkan puluhan tahun lalu memang tidaklah mudah.
Tantangan kedua adalah tanggung jawab akan nasib ratusan karyawan yang menggantungkan hidupnya pada perusahaan yang diwarisi. Tantangan-tantangan tersebutlah yang dihadapi oleh Vera Irawati, penerus usaha PT Sumberharpindo Lestarisentosa yang bergerak di bidang distribusi ban.
Pada usia yang terbilang muda, ia diberi tanggung jawab untuk meneruskan estafet usaha perusahaan yang dirintis orang tua bersama paman dan bibinya tersebut. Bisnis keluarganya ini berdiri sejak tahun 1973.
Berawal dari sebuah toko eceran bernama Sumber Harapan di jalan MT Haryono nomor 261, Semarang, pada 1981 toko tersebut diangkat menjadi dealer oleh perusahaan besar, Gajah Tunggal, untuk memasarkan ban dengan merek GT. Kini, selain Gajah Tunggal, ia menjadi distributor untuk beberapa merek ban, yaitu GoodYear, Swallow, Appolo, dan Accelera.
Vera telah ikut berkecimpung di usaha keluarga sejak masih mengenakan seragam putih abu-abu. Saat itu, dia lebih banyak mengurus laporan keuangan termasuk untuk pembukuan dan pencatatan toko.
Saat sang ayah meninggal pada tahun 1982, Vera harus membantu mengembangkan usaha. Ia kemudian bekerja secara penuh di bisnis ini pada 1986, seusai lulus dari bangku kuliah.
Keraguan sempat ada karena bisnis ini umumnya digeluti kaum pria dan lingkungan kerjanya didominasi pria. Namun keraguan tersebut tidak menyurutkan intuisi bisnis dan kegigihannya. Di tangan Vera, bisnis ini melesat.
Toko Sumber Harapan kemudian berganti nama secara legal pada tahun 1991 menjadi PT Sumberharpindo Lestarisentosa. Kini, telah ada enam cabang.
Dua cabang di Jakarta, satu cabang di Bandung, dan enam cabang di Semarang. Perusahaannya tak hanya menyasar layanan untuk pasar mobil, namun juga sepeda motor serta ritel. Seiring berjalannya waktu, bisnisnya tak selalu berjalan mulus.
Vera harus melewati berbagai ujian bisnis. Seperti ketika krisis ekonomi tahun 1998 yang mengakibatkan harga ban melambung tinggi. Dia mengibaratkan harga ban yang semula Rp 100.000, menjadi sekitar Rp 300.000.
Ditambah kondisi jalan yang tidak kondusif lantaran adanya berbagai kerusuhan. Kinerja tenaga pemasar perusahaan menjadi tidak produktif karena menganggur selama dua bulan. Akibatnya, penjualan merosot.
"Sales hanya berada di kantor saja. Untuk jalan keliling ke toko-toko juga masih takut karena terjadi kerusuhan," ungkapnya. Untungnya perusahaan principal yaitu Gajah Tunggal memaklumi kondisi tersebut.
Pengiriman barang dari perusahaan principal juga belum maksimal karena masih adanya kekhawatiran. Namun, dengan memegang prinsip untuk mempertahankan bisnis orang tua, Vera mampu melewati krisis tersebut. "Waktu kecil, Ayah saya memiliki teman dari Jakarta.
Beliau memberitahu bahwa jika tidak mampu untuk mengembangkan bisnis orangtua, maka setidaknya pertahankan. Bisnis tersebut tidak boleh hilang. Maka, saya berusaha untuk mengembangkannya. Apapun yang sudah dipercayakan, akan saya besarkan," ujar Vera.
Hadapi penolakan
Perjalanan Vera meneruskan bisnis keluarga juga tidaklah mudah karena jenis bisnis ini sangat rentan terhadap konflik.
Vera mengaku beberapa kali mengalami penolakan dari anggota keluarga saat mengajukan ide demi menunjang kemajuan bisnis. Misalnya saat dia berkeinginan mengimplementasikan kemajuan teknologi dan melakukan komputerisasi sekitar tahun 1990-an.
Komputerisasi dianggap memicu proses transaksi jual-beli menjadi lebih lama dibandingkan secara manual. Seperti, penulisan nota pembelian yang lebih lama karena harus mengetik di komputer kemudian mencetaknya melalui printer.
Demikian juga saat proses pengambilan barang di gudang yang harus melakukan pendataan terlebih dahulu di komputer. “Padahal komputerisasi diperlukan untuk memastikan stok barang serta arus barang keluar dan masuk,” kata Vera.
Ada juga saat akan menerapkan penggunaan tenaga pemasar (salesman) di perusahaan. Vera meyakini bahwa menggunakan tenaga pemasarakan menopang pertumbuhan penjualan.“Namun, orang yang sudah cukup lama bekerja di perusahaan melakukan protes.
Mereka menganggap saya tidak pernah puas dengan hasil yang telah diperoleh,” tutur dia. Mencari seorang tenaga pemasarjuga tidak semudah angan. Banyak orang enggan menjadi karena merasa dibayangi oleh target penjualan yang harus dicapai.
Kendati mendapatkan berbagai penolakan, namun Vera tetap menerapkan ide tersebut. Dia juga memberikan pemanis bagi para tenaga pemasaragar lebih giat. Seperti memberikan sejumlah insentif dan fasilitas mobil. Kini Vera tengah mempersiapkan penerus bisnis keluarga.
Rencananya, anak kedua dan ketiganya yakni Patricia dan Felicia akan mulai membantu perusahaan. “Selain itu, keponakan saya juga telah melibatkan diri dalam bisnis keluarga,” lanjut Vera. Walau telah mencatat kesuksesan, Vera ingin terus berinovasi agar bisnisnya kian berkibar.
Dia akan memperbesar divisi sepeda motor dan divisi ritel. Vera juga akan membuka gudang dan cabang untuk ritel di kawasan Yogyakarta. Langkah pembukaan gudang dilakukan guna menekan biaya.
“Sebab selama ini wilayah Yogyakarta ditangani dari Semarang, sehingga terlalu jauh dan supir harus menginap,” papar Vera. Vera mengaku kesuksesan perusahaan tak lepas dari dukungan BCA, terutama dengan kemudahan pemberian kredit.
Keluarganya mulai menggunakan layanan BCA sejak tahun 1970-an silam. Selain kredit, saat ini pihaknya juga menggunakan beberapa fasiltas BCA lainnya seperti virtual account, serta KlikBCA Bisnis.
0 comments:
Post a Comment