Siti Hadra, Pengusaha Keripik Pisang Sukses Bermodal Rp 50 Ribu
Panas dan pengap, begitu kira-kira gambaran ruang tempat produksi keripik Asbal Palu. Ruangan berukuran 2,5 meter x 2,5 meter itu digunakan Siti Hadra sebagai tempat produksi keripik pisang sekaligus ruangan dapur keluarga.
Beberapa kali Siti Hadra terlihat menyeka mukanya dari cucuran keringat karena kondisi di dalam ruang produksi terasa panas oleh api dari penggorengan. Belum lagi cuaca siang hari kian menambah pengapnya ruang produksi.
“Kalau ada di dalam (ruang produksi), seperti kita dalam sauna. Jadi tidak perlu lagi ke sauna, cukup di sini saja,” kata Siti Hadrah ketika PaluPoso menyambangi tempat produksi Keripik Asbal Palu, Minggu (30/6).
Kondisi ruangan yang sempit dan terasa pengap, kata perempuan berumur 28 tahun itu, bukan jadi penghalang untuk terus melanjutkan usaha keripik pisangnya itu. Siti Hadra yang berstatus guru honorer di salah satu SMK negeri di Kota Palu itu mengakui, ruangan yang ditempatinya saat ini sudah digunakan sejak awal merintis usaha keripik pisangnya ini.
Hadra mengatakan, ia bersama rekannya bernama Ici Arfanika merintis usaha keripik pisangnya tersebut sekitar Januari 2016. Kala itu, kondisi keuangannya lagi seret. Kala itu, uang di kantongnya tersisa Rp 50 ribu saja.
Mengharap insentif dari sekolah hasil mengajar sebagai guru honorer tak mungkin bisa diharapkan. Apalagi kala itu, kucuran dana BOS ke sekolah-sekolah sempat tertunda selama 6 bulan.
“Masih saya ingat sekali waktu itu, uang di kantong tinggal Rp 50 ribu. Mana dana BOS terputus enam bulan diterima pihak sekolah,” ujarnya.
Berawal dari terdesak kebutuhan ekonomi, menurut sarjana S2 IAIN Palu itu, ia kemudian memutar otak bagaimana caranya agar bisa memperoleh uang untuk bisa menutupi kebutuhan hidupnya, minimal untuk dua sampai tiga pekan mendatang.
Hadra pun meminta saran kepada Ici Arfanita, rekannya di Kohati HMI Palu, dan akhirnya muncul gagasan untuk membuat usaha keripik pisang.
Berbekal uang Rp 100 ribu hasil patungan bersama Ici Arfanita, Siti Hadra mulai memproduksi keripik pisang. Awalnya, produksi keripik pisangnya dijual dalam kemasan dan dijual Rp 2.000 untuk menyesuaikan pasar yang disasar.
“Kebetulan saya mengajar di salah satu SMKN di Palu, sehingga keripik pisang itu saya titip di sekolah untuk dijual ke siswa-siswi,” ujarnya.
Produksi perdana kemasan Rp 2.000 itu katanya, ternyata sangat laris. Pihak tempat penitipan jualan keripiknya kembali meminta untuk dibawakan lagi. Hal ini membuatnya lebih terpacu lagi untuk melanjutkan usaha keripik pisangnya itu.
“Awalnya, hanya karena untuk biaya hidup, di mana isi kantong sudah minim, ternyata dari jualan keripik pisang bisa juga untuk disimpan sebagai dana saving,” ujarnya.
Menurut Hadra, kini ia tidak menjual lagi keripik pisang dalam kemasan Rp 2.000 karena produknya sudah dijual dalam bentuk kemasan besar, untuk selanjutnya didistribusikan ke beberapa reseller.
Beberapa reseller produk keripik pisangnya berada di Luwuk Kabupaten Banggai. Bahkan, ada di antaranya berada di Kalimantan Timur serta Pulau Jawa.
Berdayakan Mahasiswa
Banyaknya permintaan dari para konsumen untuk dikirimkan keripik pisang ke beberapa daerah, akhirnya usaha yang dirintis oleh Siti Hadra dan Ici Arfanita ini merekrut beberapa mahasiswa yang tinggal di sekitar tempat dia berproduksi.
Siti Hadra menjelaskan, lokasi yang ditempatinya saat ini menumpang di asrama Mahasiswa Balaesang Kabupaten Donggala. Dengan demikian, mahasiswa yang berada di sekitarnya adalah mahasiswa asal Balaesang Pantai Barat, Kabupaten Donggala.
Mereka itulah yang membantunya memproduksi keripik pisangnya hingga bisa memenuhi pesanan reseller rata-rata 200 kilogram setiap bulan. Di luar kebutuhan reseller, biasanya dipasok keripik pisang hingga 50 kilogram.
“Saat ini, sudah mulai berkembang, yang awalnya tidak memliki reseller dan sekarang sudah memiliki reseller. Kan sudah mulai dikenal,” ujarnya.
Pola penggajian terhadap para tenaga kerjanya yang merupakan mahasiswa itu katanya, dihitung dari jumlah biji pisang yang sudah dikupas. Setiap biji dibayar Rp 200.
“Pisangnya di sini yang digunakan adalah pisang tanduk, sehingga terkadang awalnya kami kesulitan bahan baku. Tapi alhamdulillah, saat ini sudah ada pemasok tetap dari Balaesang Pantai Barat,” ujarnya.
Untuk jasa pengantaran pesanan konsumen yang berada di area Kota Palu, lanjutnya, juga tetap memberdayakan mahasiswa yang ada di asrama Balaesang ini. Sebab, setiap produk pesanan yang menggunakan jasa pengiriman dikenakan biaya jasa pengantaran.
“Anak-anak mahasiswa yang diberdayakan baik itu untuk produksi maupun pengantarannya. Karena ada ongkirnya, pembayarannya di luar dari harga produk pesanan,” ujarnya.
0 comments:
Post a Comment